pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran
Member 17 October 2013 at 3:24 pm. Originaly posted by pikachu: Jika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya? waspada, jika setiap bulan kompensasi hingga beberapa tahun, tentu akan menimbulkan pemeriksaan, jika yakin sudah benar maka tidak akan masalah.
EddyWi. Jika hanya ada PPN masukan tidak ada PPN keluaran pada saat akhir tahun tutup buku bisa diajukan restitusi/pengembalian kelebihan bayar pajak. Tp biasanya terlebih dahulu melalui audit pajak secara menyeluruh (pajak2 lain selain PPN) dan memakan waktu kurang lebih 1 thn untuk pengembalian dana kelebihan bayar pajak.
Site De Rencontre 100 Gratuite Pour Homme.
Di dalam PPN, terdapat dua istilah pajak yaitu pajak keluaran dan pajak masukan. PPN merupakan singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai dibebankan pada masing-masing pertumbuhan barang dan jasa di dalam peredarannya antara produsen dengan konsumen. Artinya PPN merupakan pungutan terhadap adanya transaksi jual-beli barang maupun jasa yang dilakukan wajib pajak baik wajib pajak badan maupun pribadi yang sudah tergolong PKP atau Pengusaha Kena dengan pengertian pajak masukan dan pajak keluaran, kami akan memberikan penjelasannya di bawah Pajak MasukanApa itu pajak masukan? Pajak masukan merupakan jenis pajak yang harus dibayar PKP atas Perolehan barang atau jasa yang kena pajakPemanfaatan JKP Jasa Kena Pajak atau BKP Barang Kena Pajak tidak terwujud yang berasal dari luar daerah pabeanImpor BKP yang sudah dipungut PKP pada saat melakukan transaksi pembelian jasa atau Barang Kena Pajak pada masa pajak tertentuDengan kata lain, secara lebih sederhana pengertian dari pajak masukan dalam PPN merupakan pajak yang sudah dipungut PKP ketika terjadinya transaksi pembelian barang maupun Jasa Kena Pajak selama periode pajak tertentu. Pajak masukan akan dijadikan kredit oleh PKP dalam memperhitungkan berapa sisa pajak yang masih Pajak MasukanDalam melakukan pungutan PPN, PKP akan mengkreditkan pajak masukan dan juga pajak pengeluaran dalam periode pajak yang sama. Ketika pada masa tersebut diketahui bahwa nilai dari pajak keluaran lebih besar dibandingkan pajak masukan, maka kelebihan pajak wajib disetorkan dan menjadi kas itu, ketika nilai dari pajak masukan lebih besar dibandingkan pajak keluaran maka kelebihan pajak tersebut bisa menjadi kompensasi untuk periode pajak selanjutnya. Maka dari itu, jumlah yang harus dibayar PKP dapat berubah-ubah tergantung pajak masukan yang harus Pajak KeluaranLalu bagaimana dengan pajak keluaran? Pajak keluaran di dalam PPN merupakan pajak terutang dan wajib dipungut PKP ketika terjadinya penyerahan barang maupun Jasa Kena Pajak, ekspor BKP atau JKP berwujud, serta ekspor BKP atau JKP tidak berwujud. Untuk fungsi dari pajak keluaran tidak jauh berbeda dengan fungsi pajak pada umumnya yaitu regulerend, budgetair, redistribusi, serta stabilitas keluaran juga diistilahkan sebagai pajak yang harus dibayar di muka. Istilah ini mengarah pada seseorang maupun badan yang menggunakan atau membeli Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak yang sekaligus akan membayar pajak pada PKP atau Pengusaha Kena Pajak, pengguna maupun pembeli yang akan mencatat berapa besar jumlah besaran pajak yang harus dibayar di muka pada sisi Pajak KeluaranPPN berperan sebagai pajak objektif. Hal ini karena selama melakukan pemungutan, PPN akan memberikan penekanan terhadap objek yang dikenakan pajak. Adapun yang ditekankan PPN yaitu subjek pajak dan objek pajak yang nantinya akan dikenakan. Selain itu, pengenaan pajak keluaran juga dimulai dari penetapan tarif barang yang selanjutnya akan dilakukan pemungutan pajak oleh akan melakukan transaksi jual-beli barang. Dengan kata lain, PKP akan memungut atau mengambil rupiah yang berasal dari BPK yang dibeli konsumen di mana nanti juga bisa berperan sebagai kredit pajak. Adapun untuk batas waktu dalam menerapkan pengkreditan pajak keluaran yaitu 3 bulan pasca berakhirnya masa pajak. Dengan begitu, PKP mempunyai waktu yang cukup dalam melakukan pengkreditan memahami pengertian dan karakteristik dari pajak masukan serta pajak keluaran, informasi berikutnya yaitu mengenai apa saja yang menjadi perbedaan di antara dua jenis pajak Dasar di Dalam Pengkreditan Pajak MasukanPajak masukan di dalam satu periode tertentu akan dikreditkan beserta pajak keluaran dalam periode pajak yang samaPajak masukan yang sudah bisa dikreditkan namun tidak dikreditkan bersamaan dengan pajak keluaran di periode yang sama, maka bisa dikreditkan pada periode pajak selanjutnya maksimal 3 bulan pasca periode pajak yang bersangkutan telah berakhirPKP yang masih belum berproduksi sampai belum melakukan penyerahan pajak terutang, maka pajak masukan mengenai hasil atau impor barang modal bisa dikreditkanPajak masukan yang akan dikreditkan wajib menggunakan faktur pajak yang telah memenuhi persyaratan seperti yang tercantum dalam Pasal 13 ayat 5 serta ayat 9Barang modal merupakan harta berwujud yang mempunyai memiliki manfaat lebih dari satu tahun yang sesuai tujuan awal barang tersebut tidak untuk diperjualbelikan termasuk juga pengeluaran yang dikapitalisasikan pada barang modal yang bersangkutanKetika pada masa satu masa pajak, ternyata pajak masukan lebih besar dibandingkan pajak keluaran, maka selisihnya akan menjadi kelebihan pajak. Selanjutnya kelebihan pajak tersebut dikompensasikan pada masa pajak selanjutnya sebagaimana yang tercantum pada Pasal 9 ayat 4 Undang-undang PPNMengenai kelebihan pajak masukan, bisa diajukan permohonan pengambilan di akhir tahun buku. Termasuk di dalam pengertian akhir buku tersebut yaitu masa pajak ketika wajib pajak mengalami pengakhiran usaha atau bubar seperti yang dijelaskan di pasal 9 ayat 4a Undang-undang PPNPrinsip Dasar Pajak KeluaranPPN akan dinamakan pajak objektif karena di dalam penerapannya PPN akan memberikan penekanan terhadap objek yang akan dikenakan pajakPKP yang sudah melakukan transaksi jual-beli barang berarti PKP sudah melakukan pemungutan atau pengambilan rupiah yang diperoleh dari penjualan Barang Kena Pajak yang dibeli konsumen dan selanjutnya juga akan berguna sebagai kredit pajakUntuk batas maksimal dalam pengkreditan pajak keluaran adalah 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak. Itu artinya, PKP memiliki waktu yang cukup dalam melaksanakan pengkreditan pajakHarus terdapat Faktur Pajak sebagai bukti adanya pungutan PPNKetika jumlah dari pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, selisihnya akan menjadi jumlah PPN yang selanjutnya harus disetor ke negara Demikian informasi tentang pengertian dan perbedaan antara pajak masukan dan pajak keluaran. Bagi Anda yang merupakan seorang pebisnis, penting untuk memahami perbedaan dari dua jenis pajak ini karena dapat berpengaruh terhadap laporan perpajakan bisnis Anda.
Faktur pajak masukan adalah faktur pajak yang diterima PKP pembeli dari PKP penjual yang menyerahkan Barang Kena Pajak BKP atau Jasa Kena Pajak JKP. Faktur pajak jenis ini merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana mengkreditkan pajak. Meskipun dalam hal tertentu, pajak masukan tidak dapat dikreditkan. Lalu, apa hubungan faktur pajak masukan dan pajak masukan? Pengertian Faktur Pajak Masukan Pajak masukan adalah istilah dalam Pajak Pertambahan Nilai PPN yang artinya pajak harus dibayar oleh PKP karena membeli BKP/JKP. Secara sederhana, rumus tata cara umum PPN yang berlaku adalah PKP mengkreditkan pajak masukan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Jika nominal pajak keluaran lebih besar dalam masa pajak itu, kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya jika nominal pajak masukan lebih besar daripada pajak keluaran dalam masa itu, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Mengacu pada tata cara tersebut, maka jumlah PPN yang harus dibayarkan PKP berubah-ubah, menyesuaikan selisih antara pajak masukan yang dibayar dan pajak keluaran yang dipungut dalam suatu masa pajak. Baca Juga Kriteria Pengkreditan Faktur Pajak Masukan Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 dan ayat 9 UU no. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Faktur pajak yang memenuhi persyaratan adalah yang mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, daftar informasinya adalah nama, alamat, dan NPWP Wajib Pajak yang menyerahkan BKP/JKP; nama, alamat, dan NPWP Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP; jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Baca Juga Cara Input Faktur Pajak Masukan Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Melaporkan Faktur Pajak Masukan PKP dapat langsung memasukkan data atas faktur yang diterima. Pastikan identitas yang tertera di faktur, khususnya pada isian NPWP pembeli, telah diisi dengan benar. Ketidaksesuaian pada NPWP pembeli akan mengakibatkan kegagalan pada saat data faktur tersebut diundu dan diajukan ke DJP. Sebab sistem e-Faktur telah mengenali NPWP pembeli sehingga hanya PKP dengan NPWP tersebut yang berhak mengunduh pajak masukan terkait. Referensi Pasal 13 ayat 5 dan ayat 9 UU no. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. PER-03 Tahun 2022 tentang Faktur Pajak
Pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi 11% mulai 1 April, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan UU HPP. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut langkah tersebut diperlukan untuk memperkuat fondasi perpajakan. Seperti diketahui, PPN merupakan pungutan yang dikenakan atas seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak yang bersifat umum general tax on consumption. Pungutan ini menyasar barang kena pajak BKP dan jasa kena pajak JKP, serta dibebankan kepada wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah mendapatkan status Pengusaha Kena Pajak PKP. Salah satu karakteristik PPN adalah pajak yang bersifat multi stage levy. Artinya, pungutan dikenakan pada setiap tahap jalur produksi dan distribusi. Ini mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pedagang kecil. Meski dikenakan pada setiap mata rantai produksi dan distribusi, pajak ini tidak akan menimbulkan efek pajak berganda. Karena, mekanismenya menganut pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dalam PPN ini? Berikut penjelasannya. Pajak Masukan dalam PPN Pajak masukan atau dikenal juga sebagai PPN masukan, merupakan pungutan yang dikenakan pada pengusaha kena pajak PKP ketika membeli barang kena pajak BKP atau ketika memanfaatkan jasa kena pajak JKP. Secara spesifik, pajak masukan adalah PPN yang harus dibayar PKP untuk pemanfaatan sebagai berikut Perolehan BKP dan/atau JKP Pemanfataan BKP/JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean Impor BKP/JKP yang telah dipungut PKP pada saat pembelian dalam masa pajak tertentu. Dalam penerapannya, PKP mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam satu masa pajak. Apabila dalam masa pajak yang dimaksud pajak keluaran lebih besar, maka kelebihan tersebut harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka kelebihan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak selanjutnya. Dalam tata cara ini, jumlah yang dibayarkan PKP bisa berubah sesuai pajak masukan yang dibayar. Seperti yang telah disebutkan, PKP harus mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam satu masa pajak yang sama. Ini diperlukan agar PKP mengetahui apakah dalam satu masa pajak kelebihan membayar PPN atau tidak. Meski demikian, ada beberapa hal yang menyebabkan pajak masukan tidak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran. Berdasarkan Pasal 9 Ayat 8 UU Nomor 7 tahun 2021, pajak masukan tidak dapat dikreditkan untuk beberapa hal berikut Perolehan BKP atau pemanfaatan JKP yang tidak ada hubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan terkait pajak karbon. Ketentuan yang dimaksud ini adalah ketentuan ada pada Pasal 13 Ayat 5 atau Ayat 9, antara lain- Subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi Dalam hal harga karbon lebih rendah dari Rp 30 per kilogram kg karbondioksida ekuivalen CO2e atau satuan yang setara, tarif ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30 per Kg CO2e atau satuan yang setara. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang tertera dalam Pasal 13 Ayat 6. Ketentuan tersebut menyebutkan, bahwa pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Agar pajak masukan dapat dikreditkan dalam satu masa pajak yang sama, ada syarat yang harus dipenuhi dan berlaku untuk seluruh bidang usaha. Syarat-syarat yang dimaksud antara lain Tercantum dalam faktur pajak lengkap atau dokumen tertentu yang diperlakukan sama dengan faktur pajak. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Ini artinya pengeluaran PKP yang bukan untuk hal-hal di luar operasional usaha. Sementara, untuk batas waktu pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam UU PPN adalah tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. Ini diatur dalam Pasal 9 Ayat 9 UU Nomor 7 tahun 2021, yang secara spesifik menyebutkan "Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 tiga Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan dikapitalisasi dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini". Penetapan waktu tiga bulan setelah masa pajak ini dilakukan dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penulisan faktur. Misalnya, faktur pajak yang dibuat terlambat dikirimkan oleh PKP penjual ke PKP pembeli, sehingga PKP pembeli belum bisa melakukan pengkreditan pajak masukan. Pajak Keluaran dalam PPN Dalam PPN, pajak keluaran merupakan pajak terutang yang wajib dipungut PKP saat menyerahkan BKP, JKP, ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud, serta ekspor JKP. Singkatnya, pajak keluaran merupakan PPN yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak oleh PKP atas penyerahan barang atau jasa. Kemudian, sebagai bukti PKP telah memungut PPN, maka diharuskan menerbitkan faktur pajak. Dalam faktur pajak tersebut tertera besaran PPN yang harus dibayar oleh pihak pembeli kepada PKP penjual. PPN yang tercantum dalam faktur pajak inilah yang menjadi pajak keluaran bagi PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa. Terkait faktur pajak yang telah diterbitkan, PKP wajib melaporkannya ke otoritas pajak, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak DJP. Pelaporannya dilakukan melalui Surat Pemberitahuan SPT sesuai masa pajak terjadinya transaksi atau disebut SPT Masa PPN. Umumnya, PKP telah memahami kewajiban pungutan PPN saat menyerahkan BKP dan/atau JKP di dalam kegiatan pokok usahanya. Namun, terkadang ada temuan atau sengketa antara otoritas pajak dan PKP terkait penyerahan atas transaksi di luar kegiatan usaha. Dalam aturan perpajakan, terdapat ketentuan yang mengatur penyerahan tertentu yang dikenakan PPN. Aturan ini tertera dalam Pasal 16C dan 16D UU PPN. Dalam Pasal 16C, disebutkan bahwa PPN tetap dikenakan atas kegiatan membangun sendiri, meski dilakukan tidak dalam kegiatan usaha. PPN juga tetap dipungut terhadap pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri. Aturan turunan untuk Pasal 16C UU PPN ini adalah Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 163/ tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri. Pungutan PPN tetap dijalankan meski bangunan yang didirikan tidak digunakan untuk kegiatan usaha, karena menjadi barang yang akan mengalami pertambahan nilai. Secara perinci, objek yang diatur dalam regulasi ini dibagi menjadi dua, yakni yang membangun dengan kontraktor dan yang membangun benar-benar mandiri. Jika dengan menggunakan kontraktor, maka pemungutan PPN merupakan kewajiban kontraktor, dengan catatan kontraktor tersebut merupakan PKP. Jika kontraktor yang digunakan bukan PKP, maka wajib pajak yang menggunakan jasanya berkewajiban melakukan penyetoran dan pelaporan PPN. Ketentuan lain yang mengatur terkait transaksi penyerahan di luar kegiatan usaha adalah, Pasal 16D UU PPN. Aturan ini memuat perincian terkait penjualan barang yang dari awal tidak untuk diperjualbelikan. Pungutan PPN terjadi jika PKP mengalami likuidasi, pembubaran atau pencairan aset, yang kemudian menuntut PKP yang dimaksud menjual aset yang dimilikinya.
Dalam pembayaran dan pelaporan pajak pertambahan nilai atau PPN, terkadang pengusaha kena pajak PKP lebih banyak membayar dibandingkan memungutnya. Inilah yang akhirnya disebut PPN lebih bayar. Ini memungkinkan untuk terjadi jika PKP lebih banyak mengeluarkan biaya untuk promosi untuk memasarkan produk. Dalam kegiatan tersebut, PKP tersebut pastinya dipungut PPN ketika memanfaatkan Jasa Kena Pajak JKP dan Barang Kena Pajak BKP. Nah, dalam pemanfaatan JKP/BKP ini, PKP kemudian mengkreditkan pajak masukan dengan pajak keluaran dan akan ditemukan PPN lebih bayar. Sebagai informasi, pajak masukan merupakan pungutan yang dikenakan pada PKP ketika membeli atau memanfaatakan BKP/JKP. Sementara, pajak keluaran merupakan pajak terutang yang wajib dipungut PKP saat menyerahkan BKP, JKP, ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud, serta ekspor JKP. Selain kelebihan pembayaran pajak yang disebabkan besarnya pajak masukan, PPN lebih bayar juga bisa terjadi apabila PKP ternyata melakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Cara Mengatasi PPN Lebih Bayar Atas terjadinya kelebihan pembayaran PPN, ada dua langkah yang bisa dilakukan oleh PKP, yakni mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya, atau mengajukan restitusi pajak. 1. Mengkompensasikan PPN Lebih Bayar Jika PKP kelebihan membayar PPN, PKP bisa mengambil opsi mengkompensasikan PPN lebih bayar yang terjadi di satu masa pajak ke masa pajak berikutnya. Artinya, PPN lebih bayar yang dimaksud dapat dijadikan pengurang pada masa pajak berikutnya. Apabila PKP pada masa pajak berikutnya mengalami kondisi PPN kurang bayar, maka PPN lebih bayar yang terjadi di masa pajak sebelumnya bisa menjadi pengurang. Alhasil, ini bisa mengurangi kondisi PPN kurang bayar menjadi seimbang. Ada kalanya ketika PPN lebih bayar dikompensasikan ke masa pajak berikutnya, PKP tetap dalam kondisi kelebihan bayar PPN. Namun, ini tidak menjadi masalah. Sebab, opsi kompensasi PPN lebih bayar ini tidak mengenal batas maksimal. Artinya, PPN lebih bayar bisa terus dikompensasi di setiap masa pajak. Ini karena kompensasi PPN lebih bayar tidak memiliki batas waktu, alias bisa terus dikompensasikan ke masa-masa pajak berikutnya. Berbeda dengan SPT Pajak Penghasilan PPh yang masa berlakunya adalah satu tahun, PPN terus bergulir per bulan, tidak terbatas pada tahun. Sehingga, jika PKP memilih cara kompensasi untuk PPN lebih bayar, maka kelebihan bayar tersebut bisa dikompensasikan ke bulan-bulan berikutnya. Contohnya, pada masa pajak Agustus 2022 PKP memiliki PPN lebih bayar sebesar Rp 10 juta, maka ketika opsi kompensasi atas PPN lebih bayar diambil, maka maka kelebihannya tersebut akan dijadikan pengurang pada SPT masa PPN September 2022. Ketika PPN lebih bayar tersebut dijadikan pengurang pada SPT masa PPN September 2022 dan masih ada PPN lebih bayar, maka PPN lebih bayar tersebut bisa kembali dikompensasikan ke SPT masa PPN Oktober 2022. 2. Mengajukan Restitusi PPN Lebih Bayar Selain mengkompensasikan PPN lebih bayar ke masa pajak berikutnya, PKP bisa juga melakukan restitusi atau pengajuan pengembalian atas PPN lebih bayar. Restitusi PPN lebih bayar bisa diajukan jika jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Namun, dengan catatan PKP tidak memiliki utang pajak lainnya. Restitusi PPN lebih bayar hanya bisa dilakukan pada saat akhir periode tahunan. Artinya, restitusi atas PPN lebih bayar hanya bisa dilakukan saat bulan Desember. Namun, ada pengecualian untuk beberapa kategori PKP sehingga bisa mengajukan pengembalian atau restitusi PPN lebih bayar di setiap masa pajak. Kategori PKP yang bisa mengajukan restitusi PPN lebih bayar setiap masa pajak diatur dalam Pasal 9 Ayat 4B Undang-Undang UU Nomor 42 Tahun 2009 atau UU PPN. Kategori PKP yang tertera dalam Pasal 9 Ayat 4B tersebut, antara lain PKP yang melakukan ekspor BKP berwujud. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut. PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud. PKP yang melakukan ekspor JKP. PKP dalam tahap belum berproduksi. Restitusi PPN lebih bayar dilakukan oleh PKP dengan cara mengajukan mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak DJP. Pengajuannya dengan cara mengisi kolom "Pengembalian Pendahuluan" dalam SPT masa pajak PPN. Selanjutnya, Direktorat Jenderal Pajak DJP akan melakukan pemeriksaan formal dan pemeriksaan lanjutan, sebelum akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak SKPPKP. Tata Cara Restitusi PPN Lebih Bayar Seperti telah disebutkan, wajib pajak badan melakukan pelaporan melalui SPT Masa PPN langsung di KPP atau e-Filing, dengan perhitungan yang sesuai. Jika ditemukan PPN lebih bayar, maka wajib pajak dapat mengajukan restitusi, dengan tahapan sebagai berikut Wajib pajak mengajukan permohonan restitusi, dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam pelaporan SPT Masa PPN. Wajib pajak akan menerima SKPPKP, yang akan dikeluarkan setelah dilakukannya pemeriksaan oleh DJP. Wajib pajak akan menerima SKPPKP, yang akan dikeluarkan setelah dilakukannya pemeriksaan oleh DJP. Proses sampai wajib pajak mendapatkan SKPPKP adalah satu bulan. Wajib pajak menyampaikan rekening dalam negeri atas nama pribadi ke KPP dengan atau tanpa surat dari Kantor Pajak. DJP akan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak SPMKP dan wajib pajak akan menerima salinannya. Kelebihan pajak ditransfer melalui nomor rekening yang telah disampaikan wajib pajak. Proses mulai dari SKPPKP diterbitkan, hingga wajib pajak mendapatkan SPMKP dan mendapatkan transfer dana adalah 30 hari. Demikianlah ulasan mengenai PPN lebih bayar, dari penyebab terjadinya, hingga cara mengatasinya dengan mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya, serta mengajukan restitusi.
pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran